- Back to Home »
- Sebuah-Catatan »
- Perpustakaan Dan Budaya Membaca
Wednesday, March 06, 2013
Mendengar kata "Perpustakaan" terbayang sudah di pikiran kita, "Dilarang berbicara dan ramai", dan tentunya tempat sekumpulan orang kutu buku, yang lebih suka menghabiskan waktunya untuk membaca sebuah buku ketimbang ngerumpi dan ramai di kelas ataupun di kantin.
Apa yang telah saya utarakan di atas tadi mungkin benar mungkin juga tidak, melihat kondisi saat ini, jauh lebih "mengenaskan" kalau saya boleh jujur. Mengapa demikian? Jawabnya cuma satu, saat ini kita lebih sering menghabiskan waktu dengan gadget kesayangan kita. Bukan hanya itu saja, kita lebih sering mengunjungi Mall maupun tempat-tempat hiburan ketimbang untuk sejenak saja melihat dan membaca buku di perpustakaan maupun toko buku. Memang tidaklah salah, karena itu adalah hak kita sebagai manusia, melakukan apa saja sekehendak kita, hingga rela menghabiskan puluhan juta demi kesenangan semata.
Melihat apa yang terjadi saat ini, bukanlah sebuah kesalahan, namun sebuah kondisi yang memperihatinkan yang tengah merundung para generasi muda saat ini. Boleh dibilang apa yang pernah menjadi kabar burung dulu, bahwa bangsa ini akan dijajah oleh bangsanya sendiri benar-benar telah terjadi. Lantas apa hubungannya dengan perpustakaan dan tentunya membaca buku? Sebenarnya kalau saya boleh jujur, ketiga hal tersebut merupakan sebuah konspirasi yang terencana dengan baik yang dilakukan oleh kalangan-kalangan tertentu. Kok bisa? Ya, ketika kita kembali lagi mengingat dan mencoba mencari beberapa artikel berita yang mengupas, akan kesepakatan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan Pihak Asing (AS, IMF, WTO, AFTA) membuat pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan.Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah memicu berbagai permasalahan sosial antaranyamaraknya berbagai barang-barang produk asing (utamanya china) yang dapat kita jumpai di berbagai Mall dan toko, Kenaikan Harga BBM yang sempat ricuh dengan berbagai aksi demo penolakan di sejumlah wilayah negeri ini, hingga yang terbaru disyahkannya RUUPT (Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi) menjadi UUPT serta berbagai kondisi sosial lainnya. Kondisi yang saat ini tengah terjadi, memicu adanya budaya baru yang memang sudah terjadi sejak dulu, namun gaungnya tidak seberapa terdengar, barulah sekarang mencuat kepermukaan kembali.Apa budaya yang terlahir? Hedonisme dan konsumerisme, apa sebenarnya maksud kedua kalimat tersebut? Bicara soal hedonisme yang berasal dari Bahasa Yunani ἡδονισμός hēdonismos dari akar kata ἡδονή hēdonē, artinya "kesenangan". Dapat disimpulkan bahwa hedonisme merupakan kesenangan atau kenikmatan merupakan sebuah tujuan hidup dan tindakan manusia. Bila mebaca hal tersebut, tentunya akan mengarah pada sebuah titik pengertian, bahwa segala cara akan dianggap legal dan benar oleh manusia demi memperoleh tujuan yang diinginkannya. Maka janganlah heran, jika saat ini kalian yang masih bersekolah membeli sebuah buku LKS yang yang tipis dan berbahan dari kertas daur ulang harus mengeluarkan uang hampir 200rbu, ataupun membayar uang Daftar ulang sekolah dengan biaya lebih dari 1jta, namun kualitas pendidikan tetap sama. Lantas apa hubungannya dengan hedonisme? Tidak lain lagi, hal ini menyangkut "masalah perut", yang menyakut tujuan hidup manusia. Jadi janganlah kaget jika kalian akan sering menemukan sebuah kondisi dimana pihak sekolah (pihak tertentu didalamnya) akan menarik uang biaya sekolah ataupun menjual/mengadakan barang maupun jasa dengan harga tidak sewajarnya. Kembali lagi ke permasalahan sebelumnya, hedonisme dikalangan pelajar sendiri lebih mengarah kepada kepentingan dan kepopuleran, dalam hal ini, jika hal itu menguntungkan dan tidak berisiko akan diikuti/dipilih dan kalau bisa membuat diri ini dikenal orang banyak atau yang bisa kita sebut mencari popularitas. Jika melihat hal tersebut sudah sewajarnya jika perpustakaan akan sepi dan budaya membaca seolah hal yang memalukan untuk dilakukan, karena keduanya tidak menguntungkan secara langsung juga tidak membuat diri menjadi sosok yang terkenal disekolah. Dan sekali lagi, hal inilah yang memicu adanya sikap skeptis ( sikap ketidak pedulian akan apa yang terjadi di lingkugan) dan apatis (sikap tidak peduli akan segala kegiatan yang dilakukan di lingkungan) akan apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Melihat apa yang terjadi saat ini, bukanlah sebuah kesalahan, namun sebuah kondisi yang memperihatinkan yang tengah merundung para generasi muda saat ini. Boleh dibilang apa yang pernah menjadi kabar burung dulu, bahwa bangsa ini akan dijajah oleh bangsanya sendiri benar-benar telah terjadi. Lantas apa hubungannya dengan perpustakaan dan tentunya membaca buku? Sebenarnya kalau saya boleh jujur, ketiga hal tersebut merupakan sebuah konspirasi yang terencana dengan baik yang dilakukan oleh kalangan-kalangan tertentu. Kok bisa? Ya, ketika kita kembali lagi mengingat dan mencoba mencari beberapa artikel berita yang mengupas, akan kesepakatan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan Pihak Asing (AS, IMF, WTO, AFTA) membuat pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan.Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah memicu berbagai permasalahan sosial antaranyamaraknya berbagai barang-barang produk asing (utamanya china) yang dapat kita jumpai di berbagai Mall dan toko, Kenaikan Harga BBM yang sempat ricuh dengan berbagai aksi demo penolakan di sejumlah wilayah negeri ini, hingga yang terbaru disyahkannya RUUPT (Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi) menjadi UUPT serta berbagai kondisi sosial lainnya. Kondisi yang saat ini tengah terjadi, memicu adanya budaya baru yang memang sudah terjadi sejak dulu, namun gaungnya tidak seberapa terdengar, barulah sekarang mencuat kepermukaan kembali.Apa budaya yang terlahir? Hedonisme dan konsumerisme, apa sebenarnya maksud kedua kalimat tersebut? Bicara soal hedonisme yang berasal dari Bahasa Yunani ἡδονισμός hēdonismos dari akar kata ἡδονή hēdonē, artinya "kesenangan". Dapat disimpulkan bahwa hedonisme merupakan kesenangan atau kenikmatan merupakan sebuah tujuan hidup dan tindakan manusia. Bila mebaca hal tersebut, tentunya akan mengarah pada sebuah titik pengertian, bahwa segala cara akan dianggap legal dan benar oleh manusia demi memperoleh tujuan yang diinginkannya. Maka janganlah heran, jika saat ini kalian yang masih bersekolah membeli sebuah buku LKS yang yang tipis dan berbahan dari kertas daur ulang harus mengeluarkan uang hampir 200rbu, ataupun membayar uang Daftar ulang sekolah dengan biaya lebih dari 1jta, namun kualitas pendidikan tetap sama. Lantas apa hubungannya dengan hedonisme? Tidak lain lagi, hal ini menyangkut "masalah perut", yang menyakut tujuan hidup manusia. Jadi janganlah kaget jika kalian akan sering menemukan sebuah kondisi dimana pihak sekolah (pihak tertentu didalamnya) akan menarik uang biaya sekolah ataupun menjual/mengadakan barang maupun jasa dengan harga tidak sewajarnya. Kembali lagi ke permasalahan sebelumnya, hedonisme dikalangan pelajar sendiri lebih mengarah kepada kepentingan dan kepopuleran, dalam hal ini, jika hal itu menguntungkan dan tidak berisiko akan diikuti/dipilih dan kalau bisa membuat diri ini dikenal orang banyak atau yang bisa kita sebut mencari popularitas. Jika melihat hal tersebut sudah sewajarnya jika perpustakaan akan sepi dan budaya membaca seolah hal yang memalukan untuk dilakukan, karena keduanya tidak menguntungkan secara langsung juga tidak membuat diri menjadi sosok yang terkenal disekolah. Dan sekali lagi, hal inilah yang memicu adanya sikap skeptis ( sikap ketidak pedulian akan apa yang terjadi di lingkugan) dan apatis (sikap tidak peduli akan segala kegiatan yang dilakukan di lingkungan) akan apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Sebelum kita melangkah lebih dalam lagi, ada baiknya kawan-kawan memahami akan sebuah hal paling mendasar dalam permasalahan yang saya tulis ini. Apakah itu? Cukup singkat saja "Niat" dan "Ilmu", mengapa 2 hal ini, karena kedua hal inilah dasar dari pada kita untuk mencari/menuntut pendidikan baik di sekolah maupun perguruan tinggi. Jika memang kawan-kawan belum paham, coba kawan mengingat tujuan kalian bersekolah apa? Apakah hanya untuk mencari ijazah dan selesai begitu saja, ataukah memahami dan menelaah ilmu pengetahuan dan segala aspek yang ada di sekolah sampai pada akhirnya mendapatkan sebuah ijazah. Itulah yang mungkin kawan harus ketahui dulu.
Baiklah kita lanjutkan lagi ke permasalahan awal dalam tulisan saya tadi. Setelah tadi saya mengutarakan tentang hedonisme sekarang giliran Konsumerisme. Tentunya tidak asing lagi di telinga kawan-kawan istilah kalimat satu ini. Konsumerisme berasal dari Konsumsi yang berasal dari bahasa Belanda yaitu ‘consumptie’, yang mempunyai pengertian seseorang atau kelompok melakukan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan. Contoh yang paling sederhana saja, berapa uang saku yang kalian terima dalam satu minggu? Apakah uang saku kalian cukup kalian gunakan dalam waktu satu minggu itu? atau justru kurang.Lha melihat hal inilah kalian tentu tahu jika uang saku yang kalian habis sebelum satu minggu maka kalian termasuk dalam kategori konsumerisme, jika masih ada maka kalian tergolong kategori orang yang berhemat. Lantas apa hubungannya dengan perpustakaan dan membaca itu sendiri,memanglah tidak seberapa ada hubugannya secara garis besar, akan tetapi konsumerisme merupakan salah satu faktor yang menyebabkan orang malas untuk pergi dan mengunjungi perpustakaan karena ada tempat yang lebih menarik lagi, yakni mall dengan berbagai fasilitas terlengkap didalamnya. Memang tidak dapat dipungkiri lagi, magnet inilah yang juga menyebabkan para pelajar akan lebih sering ke mall dari pada mengunjungi perpustakaan di sekolahnya sendiri. Selain itu pelajar akan lebih banyak berinteraksi dengan gadgetnya ketimbang dengan sebuah buku, hal ini memang tidaklah salah juga, karena memang di dalam gadget itu sendiri telah ada berbagai fasilitas yang menyediakan berbagai kebutuhan yang dibutuhkan. Namun perlu diketahui sebelumnya, efektivitas dan manfaat dari membaca sebuah buku lebih banyak dan maksimal dari pada membaca sebuah e-book menggunakan gadget. Mengapa demikian? Sebelum menjawab hal itu perlu kawan ketahui sebelumnya, otak manusia setiap harinya mengalami sebuah proses biologis. Dalam hal ini sekitar 5 % dari 1 gram neuron (sel saraf) yang benar-benar mati, otak manusia kehilangan sekitar 9.000 neuron per hari. Bisa dibayangkan bungkan, bila ini terjadi selama setahun, berapa banyak jumlah neuron yang akan mati? Banyak tentunya bukan, dengan adanya kematian sel saraf otak ini, akan memicu adanya penyakit saraf. Mungkin kawan-kawan pernah mendengar sebuah penyakit saraf dengan nama "alzheimer", sejenis sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sehingga otak tampak mengerut dan mengecil. Betapa berbahaya tentunya penyakit ini, selain membuat orang yang menderita akan mengalami kelupaan dan daya ingat menurun serta berbagai hal keterbelangan akan sistem kerja otak kita. Tidak menginginkan terserang penyakit ini bukan? Nah, ternyata dengan membaca sebuah buku, kawan kalian dapat terhindar dari penyakit saraf yang menyerang otak. Hal ini dikarenakan, membaca buku mampu memaksimalkan kinerja dan fungsi otak. Dimana sel-sel dalam otak akan bekerja secara aktif dan meningkatkan zat insulasi, yaitu mielin, yang membuat neuron bekerja lebih lambat, tetapi tidak mati. Lantas apa lagi yang kawan-kawan tunggu!
Pada awalnya memang akan sangat sulit buat kawan-kawan untuk memulainya, akan tetapi butuh keberanian dan tentunya niat untuk memulainya. Tidak ada alasan lagi bukan kawan-kawan untuk mengunjungi perpustakaan dan membaca buku yang kalian sukai?? Selain juga menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta kemampuan kalian, membaca itu mengasyikan, akan tapi akan lebih mengasyikan lagi jika membacanya di perpustakaan, karena kita bisa mendiskusikan apa yang telah kita baca, sehingga kita tidak akan salah persepsi terhadap buku yang kita baca tadi. Sekian, semoga bermanfaat bagi semua... ^_^